Halaman

Kamis, 08 Desember 2016

Magic of Debus: Ilmu Hitam yang Direstui Allah?

Debus adalah kesenian tradisional yang menjadi ciri khas masyarakat Banten. Sebagai salah satu ciri khas budaya Banten, debus kemudian dikenal secara nasional bahkan mancanegara. Meskipun popularitasnya telah menembus batas internasional, kemunculan kesenian tersebut dianggap belum jelas karena sumber-sumber tertulis yang membuktikan asal-usul kesenian ini belum ditemukan hingga saat ini. Sejauh ini, berbagai teori mengenai kemunculannya didapat hanya melalui tradisi lisan.
Menurut tradisi lisan, debus dikembangkan untuk menarik masyarakat Banten agar ingin masuk dan memeluk agama Islam. Hal ini terlihat dari berbagai ritual yang dilakukan oleh pemain debus berupa dzikir-dzikir dan berbagai amalan yang dilakukan oleh orang-orang Islam. Hal-hal tersebut kemudian memperkuat teori bahwa fungsi debus pada awal kemunculannya adalah untuk syiar Islam. (Karomah Atu, 2004: 50)
Pada teori tersebut, digambarkan bahwa debus belum memiliki identitas sebagai suatu kelompok seni seperti sekarang ini. Debus hanya dikenal sebagai permainan kekebalan tubuh yang berkaitan erat dengan berbagai unsur yang diyakini oleh masyarakat setempat, yaitu sebagai bentuk keyakinan pada agama Islam yang kemudian berkembang dalam ilmu tarekat.
Seiring perjalanan waktu, debus berubah dari alat syiar Islam menjadi identitas budaya masyarakat banten. Pertanyaannya, apakah kekebalan tubuh yang dimiliki oleh para pemain debus berasal dari ilmu hitam atau ilmu putih?
Jalan Menuju Magic
Pada aktivitas kesenian debus, ada satu hal yang dianggap sebagai jalan menuju kekebalan, yaitu Tarekat. Tarekat berasal dari kata thariq (bahasa arab) yang berarti jalan. Kata tarekat sendiri sebenarnya mengacu pada sistem latihan meditasi maupun amalan seperti dzikir, wirid, puasa, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan guru sufi dan organisasi yang tumbuh di seputar metode sufi yang khas ini. Tarekat ini kemudian berkembang di wilayah Indonesia, termasuk wilayah Banten. (Atjeh Abubakar, 1993: 64)
Pada perkembangannya, tarekat memiliki berbagai jenis, seperti tarekat qadariyahrifaiyah,naqsabandiyah, dan lain sebagainya. Di Banten, tarekat yang berhubungan erat dengan kekebalan atau kemudian yang kita kenal dengan debus adalah tareqat qadariyah dan rifaiyah. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai hal tersebut.
Tarekat qadariyah menonjolkan 'budidaya' ritual yang dijalankan oleh pendirinya, yaitu Abdul Qadir Jailani. Sementara itu, tarekat rifaiyah banyak disinggung dalam tulisan-tulisan tentang tarekat, karena keanehan dari cara berdzikirnya yang memperlihatkan kesaktian dan kekebalan tubuh terhadap segala benda tajam.
Dalam perkembangannya, debus di berbagai daerah cukup berkaitan dengan tarekat tersebut, seperti Aceh, Sumatera Barat, dan Maluku. Namun, kaitan itu tidak ditemukan di daerah Banten. Tarekat yang dianut dalam kelompok-kelompok sufi tersebut kemudian memengaruhi berbagai ritual yang dianut dalam pertunjukan kesenian debus, seperti halnya di daerah Banten. (Muzaki Makmun, 1990: 32)
Apakah Ritual Permainan Debus Adalah Ilmu Hitam?
Sebelum memutuskan apakah ritual pada debus menggunakan ilmu hitam atau tidak, penting untuk memahami ritual itu sendiri. Pada debus, dikenal dua macam ritual. Pertama, ritual debus. Kedua, ritual permainan debus. Ritual debus merupakan suatu proses upacara yang dilakukan oleh seseorang yang berniat menjadi anggota debus. Sementara itu, ritual permainan debus merupakan suatu proses upacara permainan debus itu sendiri.
Upacara itu dilakukan untuk kelancaran pertunjukan permainan debus tersebut yang bernafaskan syiar Islam dalam ritual keagamaan. Masyarakat Banten menganggap ritual ini adalah suatu hal yang biasa, bahkan secara tidak langsung menganggap ritual ini sebagai ibadah kepada Allah. Karena dianggap ibadah, masyarakat Banten tidak mengkategorikan ritual ini sebagai ilmu hitam.
Ritual debus yang merupakan upacara pelantikan anggota baru, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu:
  1. Persiapan Ritual, yaitu tahap wawancara calon anggota debus yang dilakukan oleh pemimpin debus;
  2. Pelaksanaan Ritual, yaitu proses inisiasi melalui pemberian amalan-amalan berupa puasa dan dzikir;
  3. Ritual Pengujian dan Hasil, yaitu tahap pengujian hasil dari pelaksanaan ritual;
  4. Ritual Pemantapan dan Pembinaan, yaitu tahap pemantapan serta pembinaan spiritual melalui berbagai amalan yang ditingkatkan praktiknya;
  5. Ritual Peningkatan, tahap ini merupakan tahap peningkatan ilmu dan amalan yang diberikan pimpinan debus kepada anggota baru. Setelah anggota baru telah melalui lima tahapan di atas, maka ia telah resmi menjadi anggota debus, dan dapat berperan dalam Ritual Permainan Debus. (Nasution Isman, 1995: 20)
Dapat kita lihat dari uraian di atas bahwa ritual debus ini merupakan satu hal yang sakral dan tidak bisa ditinggalkan. Para pemain debus pun mengikuti kesakralan tersebut. Hal tersebut dapat kita lihat seleksi terhadap calon anggota permainan debus yang dilakukan dengan ketat. Debus ini dapat dikatakan bukan sebuah permainan atau kesenian semata, namun juga sarana pelaksanaan kepercayaan yang dianut, yaitu Islam.
Kategori Ritual yang kedua, yaitu Ritual Permainan Debus. Kegiatan Ritual pada permainan debus ini terbagi dalam tiga tahap, yaitu
  1. Pembukaan;
  2. Dzikir dan Shalawat; dan
  3. Permainan Debus.
Berikut adalah penjelasan mengenai tiga tahapan tersebut.
1. Pembukaan
Pada tahap pembukaan, ketua debus, pemain pemusik dan penonton, telah berada dalam posisinya masing-masing. Ketika pembukaan berlangsung, biasanya ketua debus akan memimpin acara (menjadi semacam MC), berada di tengah-tengah antara pemain dan penonton. Sementara itu, pemain dan pemusik membentuk sebuah lingkaran atau sejajar, berhadapan dengan para penonton. Ketika posisi sudah siap dan sempurna, biasanya dilakukan pembukaan ritual berupa pembacaan wawacan seh, yaitu bacaan tentang sejarah kehidupah Abdul Qadir Jailani. Namun, kini bacaan seh tersebut dilarang karena cukup memakan waktu yang lama sehingga digantikan dengan pengucapan salam sebanyak tiga kali.
2. Dzikir dan Shalawat
Tahap dzikir dan shalawat merupakan tahap wajib yang dilakukan oleh para pemain debus. Dzikir dan shalawat ini dilakukan oleh para pemain, terkecuali ketua. Ketua tidak perlu melakukannya karena pada saat bersamaan, ia memperkenalkan para pemain debus. Biasanya, dzikir dan shalawat ini lambat laun semakin keras dan mengikuti alunan musik yang mengirinya. Ketika dzikir dan shalawat ini terasa semakin meninggi, dapat dikatakan para pemain telah siap, karena suara nyaring dan keras tersebut, dianggap adalah nada magis yang berpengaruh pada tubuh pemain debus.
3. Permainan Debus
Setelah proses dzikir dan shalawat dilewati, tibalah tahap Permainan Debus. Tahap ini dimulai dengan berbagai pertunjukan permainan kekebalan tubuh oleh para pemain secara bergantian. Selama acara pertunjukan berlangsung, dzikir dan shalawat masih terus dibacakan dan diiringi dengan alunan musik, sesekali dengan nada rendah lalu meninggi. Pada saat-saat tertentu, alunan musik dapat berhenti dan kemudian berlanjut kembali. Berbagai ritual tersebut terus berlangsung selama pertunjukan debus dipertontonkan. (Nasution Isman, 1998: 22)
Acara pertunjukan yang diawali oleh berbagai ritual permainan debus biasanya berlangsung secara tidak menentu. Artinya, durasi pertunjukan bergantung kepada seberapa banyak jenis pertunjukan yang ditampilkan. Untuk diketahui, ada berbagai jenis pertunjukan pada permainan debus, yaitu permainan silat, tusuk jarum, mengupas kelapa dengan gigi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian permainan debus di atas, kita dapat melihat betapa sistem ritual sangat mempengaruhi semua jenis pertunjukan debus. Karena itu, secara logis dapat dikatakan bahwa permainan debus tidak bisa dilakukan oleh orang-orang biasa. Bila orang yang tidak memiliki keahlian khusus mencoba melakukan debus, ia akan terluka ketika melakukan berbagai atraksi di atas.
Pada akhirnya, debus memang kental dengan unsur magis. Seringkali, masyarakat luar menganggap para pemainnya sebagai penganut ilmu hitam ataupun sihir. Meski begitu, orang Banten sendiri menganggap hal tersebut sebagai hal yang lumrah dalam sistem budaya masyarakat Banten sehingga pantas apabila terdapat anggota masyarakat yang menganggap debus sebagai "magic" yang diberikan Allah atas dzikir kita kepada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar